Krisis Chip Global Jilid Dua: Apakah Dunia Siap Menghadapinya?

Krisis Chip Global Jilid Dua: Apakah Dunia Siap Menghadapinya?

0 0
Read Time:1 Minute, 57 Second

Krisis chip semikonduktor pertama yang terjadi saat pandemi 2020–2022 membuat dunia sadar betapa rapuhnya rantai pasok global. Industri otomotif, elektronik, hingga militer lumpuh karena kelangkaan chip. Kini tanda-tanda krisis chip global jilid dua mulai terlihat, dipicu ketegangan geopolitik, lonjakan permintaan AI, serta perang dagang antara negara produsen dan konsumen. Pertanyaannya: apakah dunia sudah belajar dari krisis sebelumnya?

Produsen utama chip seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Amerika Serikat menghadapi tekanan besar. Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), misalnya, masih jadi pemasok terbesar dunia, namun ketegangan politik dengan Tiongkok membuat pasokan global rawan guncangan. Di sisi lain, lonjakan kebutuhan chip untuk AI generatif, kendaraan listrik, dan perangkat pintar membuat permintaan melonjak tajam, jauh melebihi kapasitas produksi.

Dampaknya, industri otomotif bisa kembali mengalami krisis produksi. Pada 2021, banyak pabrik mobil terpaksa menunda pengiriman karena kekurangan chip. Jika krisis jilid dua benar terjadi, harga mobil, smartphone, dan perangkat elektronik akan melambung. Negara-negara yang sangat bergantung pada impor chip, termasuk Indonesia, bisa merasakan efek domino berupa inflasi dan kelangkaan produk.

Amerika Serikat sudah berusaha mengantisipasi dengan program CHIPS Act, yang mendorong pembangunan pabrik semikonduktor di dalam negeri. Namun membangun industri chip tidak bisa instan: butuh waktu bertahun-tahun, biaya miliaran dolar, dan tenaga kerja super spesialis. Sementara itu, Tiongkok memperkuat kemandirian teknologinya agar tidak terlalu tergantung pada AS dan sekutunya.

Eropa juga tidak mau ketinggalan dengan European Chips Act, mencoba meningkatkan porsi produksi chip dunia hingga 20% pada 2030. Namun, para ahli menilai target ini sulit tercapai mengingat dominasi Asia dalam manufaktur semikonduktor masih terlalu besar. Dengan kondisi seperti ini, dunia bisa terjebak dalam kompetisi perebutan chip yang justru makin memperparah krisis.

Krisis chip jilid dua juga bisa berdampak pada sektor militer. Chip canggih dipakai dalam radar, drone, satelit, dan sistem pertahanan modern. Jika distribusi terhambat, negara bisa mengalami kelemahan strategis. Ini menjadikan semikonduktor bukan hanya barang dagangan, tapi juga senjata geopolitik.

Di balik ketidakpastian ini, ada peluang bagi negara berkembang untuk masuk ke industri pendukung chip, seperti material silikon, logistik, dan perakitan. Meski tidak bisa langsung memproduksi chip tingkat tinggi, partisipasi dalam rantai pasok bisa jadi strategi cerdas menghadapi krisis.

Apakah dunia siap menghadapi krisis chip jilid dua? Jawabannya masih belum pasti. Jika negara gagal bekerja sama dan lebih memilih bersaing, krisis ini bisa lebih parah dari sebelumnya. Namun, jika ada koordinasi global, justru bisa tercipta sistem semikonduktor yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%